Jumat, 22 Januari 2010

RABIES A-Z

Rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit zoonosa(ditularkan dari hewan) yang terpenting di Indonesia karena penyakit tersebut tersebar secara luas, dengan jumlah kasus gigitan yang cukup tinggi setiap tahunnya (16.000 kasus gigitan), serta belum diketemukan obat/cara pengobatan untuk penderita rabies sesingga selalu diakhiri dengan kematian pada hampir semua penderita rabies baik manusia maupun pada hewan.


Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan menular rabies terutama anjing, kucing dan kera.

Setiap kasus gigitan hewan harus segera ditangani karena waktu merupakan faktor yang sangat penting dalam menyelamatkan jiwa manusia dari kematian akibat penyakit rabies.
Bilamana diketemukan satu kasus gigitan hewan, maka perlu diadakan pelacakan terhadap
hewan yang bersangkutan (melalui Dinas Peternakan setempat, serta waspada adanya
kemungkinan kasus-kasus gigitan tambahan yang juga memerlukan tindakan pengamanan
segera. Meskipun telah kita ketahui bahwa kasus rabies pada manusia hampir selalu diakhiri dengan kematian, namun sebagai petugas kesehatan kita harus memberikan perawatan semaksimal mungkin pada penderita rabies dengan tujuan untuk meringankan penderitaan yang bersangkutan.

PATOGENESIS (PERJALANAN PENYAKIT)
Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsi dari saraf tersebut. Masa inkubasi bervariasi yaitu berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak.
Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua
bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik,
hipotalamus dan batang otak.
Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian kearah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringanjaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.

GEJALA KLINIS
1. Stadium Prodromal
Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri ditenggorokan selama
beberapa hari.
2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensorik.
3. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis,
hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi.
Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas
pada stadium ini ialah adanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobi.
Kontraksi otot-otot Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita atau dengan menjatuhkan sinar ke mata atau dengan menepuk tangan didekat telinga penderita.
Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa dan tahikardi. Tindak-tanduk
penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai dengan saat-saat responsif.
Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal, tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.
4. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi Kadang-kadang
ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.

PENANGANAN LUKA GIGITAN HEWAN MENULAR RABIES
Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan cepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau deteregent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah dan lain-lain).
Meskipun pencucian luka menurut keterangan penderita sudah dilakukan namun di
Puskesmas Pembantu/Puskesmas/Rumah Sakit harus dilakukan kembali seperti di atas.
Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila memang perlu sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikan secara intra muskuler. Disamping itu harus dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/ vaksin anti tetanus, anti biotik untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetik.

PEMBERAIN VAKSIN DAN SERUM ANTI RABIES
Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Vaksin Anti Rabies (VAR) disertai Serum Anti
Rabies (SAR) harus didasarkan atas tindakan tajam dengan mempertimbangkan hasil-hasil
penemuan dibawah ini.
a. Anamnesis :
- Kontak / jilatan / gigitan
- Kejadian didaerah tertular / terancam / bebas
- Didahului tindakan provokatif / tidak
- Hewan yang menggigit menunjukkan gejala rabies
- Hewan yang menggigit hilang, lari dan tidak dapat di tangkap atau dibunuh dan dibuat.
- Hewan yang menggigit mati, tapi masih diragukan menderita rabies.
- Penderita luka gigitan pernah di VAR dan kapan?
- Hewan yang menggigit pernah di VAR dan kapan?
b. Pemeriksaan Fisik
- Identifikasi luka gigitan (status lokalis).
c. Lain – lain
- Temuan pada waktu observasi hewan
- Hasil pemeriksaan spesimen dari hewan
- Petunjuk WHO
Bila ada indikasi pengobatan Pasteur, maka terhadap luka resiko rendah diberi VAR saja. Yang termasuk luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada kulit luka, garukan atau lecet (erosi, ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan dan kaki.
Terhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Yang termasuk luka berbahaya
adalah jilatan/luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu (muka, kepala, leher), luka pada jari tangan/kaki, genetalia, luka yang lebar/dalam dan luka yang banyak (multipel).
Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan tersangka/hewan rabies atau penderita
rabies), tetapi tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak ada kontak, maka tidak perlu diberikan pengobatan VAR maupun SAR.
Sedangkan apabila kontak dengan air luir pada kulit luka yang tidak berbahaya, maka
diberikan VAR atau diberikan kombinasi VAR dan SAR apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar